Minggu, 20 Maret 2022

MENGEMBANGKAN JIWA KEPEMIMPINAN REKONSTRUKTIF REVOLUSIONER

 

MENGEMBANGKAN JIWA KEPEMIMPINAN REKONSTRUKTIF REVOLUSIONER

Oleh: Suud Fuadi**

 

ý  Pendahuluan

            Tak diragukan lagi bahwa kepemimpinan merupakan komponen vital dalam sebuah organisasi, baik yang bersifat konvensional maupun modern, berskala local maupun internasional. Dapat dibayangkan betapa gamangnya bila sebuah organisasi tanpa kehadiran seorang pemimpin yang memegang tanggung jawab atas berjalannya roda organisasi tersebut. Dalam sejarahnya tak pernah satupun kita temui organisasi yang tidak membutuhkan kehadiran seorang leader, baik organisasi adat, kemasyarakatan, kepemudaan-kemahasiswaan, apalagi korps militer. Melihat betapa pentingnya pemimpin dan kepemimpinan dalam sebuah organisasi, maka sudah sepantasnya bila Rosulullah SAW menegaskan bahwa setiap diri kita adalah pemimimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya "Kullukum Ro'in wakullukum masulun 'an ro'iyatih" .  Sabda Rosulullah SAW tersebut memiliki arti bahwa meskipun pemimpin dalam sebuah organisasi adalah orang yang secara formal memiliki tugas mengendalikan dan bertanggung jawab atasnya, namun bukan berarti memiliki jiwa kepemimpinan hanya terbatas pada figur pemimpin secara formalnya saja. Akan tetapi jiwa kepemimpinan harus dimiliki oleh setiap kita, setiap anggota dalam organisasi, sehingga dapat memposisikan diri pada tempat dan melaksanakan tugasnya masing-masing. Dengan demikian organisasi akan dapat berjalan tanpa adanya kendala berarti yang bersumber dari minimnya pengetahuan tentang kepemimpinan dan kerja managerial.

            Deskripsi singkat di atas menggambarkan pentingnya materi ini disampaikan dalam acara Pelatihan Kader Dasar (PKD) Ini. Hal ini dikarenakan peserta PKD adalah para generasi yang akan menjadi penerus dan bertanggung jawab atas keberlangsungan PMII ke depan. Oleh karena itulah menyiapkan sumber daya (anggota) yang memiliki jiwa kepemimpinan Rekonstruktif Revolusioner adalah sebuah keniscayaan bagi PMII.

 

ý  Definisi dan perspektif teori kepemimpinan

Definisi dan pengertian:

Terdapat banyak tokoh yang memberikan pengertian beragam tentang kepemimpinan. Namun bila dianailisis lebih jauh sebagaimana Stogdill akan kita temukan bahwa, secara umum pengertian kepemimpinan dibangun berdasarkan cirri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan peran, serta persepsi orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Berikut ini beberapa definisi yang dianggap cukup mewakili pandangan para tokoh tentang kepemimpinan:

1.    kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok kepada suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (Shared Goal). (Hemhill & Coons).

2.    kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi kea rah pencapaian beberapa tujuan tertentu. (Tannenbaum, Weschler dan Massarik)

3.    Prof. Dr. Sarwono Prawiroharjo memandang bahwa kepemimpinan tidak lepas dari kehadiran pemimpin. Orang dapat disebut sebagai pemimpin apabila berhasil menumbuhkan pada bawahan perasaan ikut bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang sedang diselenggarakan di bawah pimpinannya.

4.    Prof. Prajudi Atmosudiro, SH., pemimpin adalah oang yang mempengaruhi orang lain agar mau menjalankan apa yang dikehendakinya.

Dari definisi di atas dapat penulis kemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi anggota untuk bekerjasama dalam menjalankan aktivitas organisasi dengan penuh tanggung jawab demi tercapainya tujuan yang dikehendaki bersama.

 

Leadership meliputi interaksi yang kompleks  antara pimpinan, bawahan dan situasi. Leadership merupakan proses pengaruh sosial (ia merupakan suatu seni), di mana pimpinan memerlukan partisipasi bawahan secara sukarela dalam usaha mencapai    tujuan perusahaan. Kepemimpinan terkait erat dengan aspek interpersonal tugas manajer (POAC). Pemimpin memberikan inspirasi, meningkatkan kemauan, mengajak seluruh pegawai untuk menggapai tujuan bersama, menentukan visi dan perencanaan stratejik, sementara manajer menyuruh pegawai untuk melaksanakannya.

 

 

 

 


          * Penulis adalah mahasiswa fak. Syari'ah yang lagi dipercaya mengemban amanah sebagai ketua komisariat PMII Sunan Ampel UIN Malang periode 2005-2006.

 

 

TIPE KEPEMIMPINAN

Dilihat dari tingkat penekanan pada tugas, adalah

           Laissez-Faire Behavior, dengan beberapa cirri sebagai berikut:

1.    Pemimpin cenderung mengabaikan karyawan,

2.    Mengabaikan masalah,

3.    Menghindar untuk bertindak,

4.    Tidak melakukan follow-up.

          Transactional Leadership, dengan beberapa cirri sebagai berikut:

1.    Pemimpin kurang memperhatikan gagasan, perasaan dan kebutuhan karyawan,

2.    Hanya mempehatikan penentuan sasaran, perencanaan, pengorganisasian, pemberian imbalan, disiplin dan pengendalian.

3.    Tidak mengembangkan potensi karyawan secara penuh.

          Transformational Leadership, dengan beberapa cirri sebagai berikut:

1.    Pemimpin memahami individu karyawan,

2.    Memberi stimulasi intelektual,

3.    Merangsang inspirasi,

4.    Menjadi pola anutan.

 

Apabila dilihat dari pola hubungan adalah

 

           Otoriter (authoritarian),

  1. Keputusan sepenuhnya dipegang oleh atasan
  2. Setiap langkah dalam aktivitas dan penentuan teknisnya diberikan satu persatu / setiap saat oleh atasan,
  3. Atasan menentukan tugas tertentu bagi setiap bawahan,
  4. Atasan cenderung untuk melibatkan penilaian pribadi dalam menilai kinerja bawahan,
  5. Kurang bersedia berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan kelompok bawahan.

          Demokratis (Democratic),

1.    Semua kebijaksanaan dibicarakan dan diputuskan melalui pembicaraan / kompromi dgn. bawahan,

2.    Aktifitas yang akan dilakukan didiskusikan dalam kelompok,

3.    Anggota bebas untuk menentukan tugas dan kawan yang cocok baginya dalam bekerja,

4.    Atasan bertindak objektif dalam menilai bawahan.

          Kebebasan (Laissez-Faire),

  1. Bawahan mempunyai kebebasan utk. mengambil keputusan-keputusan,
  2. Atasan hanya memberikan pendapat kalau diminta,
  3. Atasan sama sekali tidak turut berpartisipasi dengan kegiatan bawahan,
  4. Tidak ada usaha untuk memuji atau mengkritik

 bawahan.

 

Perbedaan Antara Leader dan manager

LEADER

MANAGER

INOVATE

DEVELOP

INSPIRE

Long Term View

Ask What & Why

ORIGINATE

Challenge the status quo

Do The Right Thing

 

ADMINISTER

MAINTAIN

CONTROLL

Short Time View

Ask How & When

INITIATIE

Accept The Status Quo

Do Things Right

 

 

TRAIT THEORY

          Dasar pemikiran : membedakan karakteristik individu pemimpin, dari karakteristik bawahan.

          Stodgill’s Traits : Intelligent, Kekuasaan,  Percaya diri, tingkat enerjik / aktifitas, pengetahuan   yang relevant dengan tugas-tugas.

           Kauzes & Posner’s Traits : Kejujuran, Melihat

          Jauh Ke Depan, Menggugah (memberikan inspirasi, Kompeten)

   -----> Kredibilitas pemimpin.

 

BEHAVIORAL THEORY

          Leader Behavior disebut juga Corak Pemimpin / Leadership Style.

          Tidak ada Style terbaik, krn. sangat dipengaruhi oleh situasi. Yang paling baik adalah yang sesuai    dengan situasi pada saatnya.

          Corak Leadership dapat dibedakan, misalnyaHIGHCONSIDERATION melalui pendekatan :  Employee Centered dan Task Centered.

 

FOUR LEADERSHIP STYLES (Ohio State Studies)

 

·       Struktur Lemah

·       Pertimbangan2 tinggi,

·       HIGHCONSIDERATIONkurang memberikan penekanan dalam penugasan,

·       lebih mengutamakan kesenangan pegawai

 

·       Struktur kuat

·       Pertimbangan kuat,

·       penekanan pd. tugas komplit,

·       pertimbangan pd kepentingan pegawai juga besar.

 

·       Struktur lemah

·       pertimbangan rendah,

·       LOWpimpinan selalu memaklumi bawahan, namun kurang memperhatikan kesenangan / kepuasan pegawai.

 

·       Struktur kuat

·       pertimbangan rendah,

·       pimpinan memberikan banyak penekanan pada tugas tapi kurang memperhatikan kepuasan pegawai.

 

LOWHIGH     

                                                            INITIATING STRUCTURE

 

SITUATIONAL THEORIES

          Pada Fiedler’s contingency model, dianggap sebagai faktor situasi adalah : Hubungan atasan    bawahan, struktur tugas dan kekuatan (power) posisi.

          Pada Path-goal theory, masuk sebagai faktor situasi-situasi adalah : karakteristik pegawai & lingkungan.

          Pada Situational leadership theory, diperhitungkan sebagai faktor situasi adalah tingkat kesiapan    bawahan (untuk memperoleh data yang akurat, mutlak diperlukan dukungan riset ilmiah).

 

SITUATIONAL LEADERSHIP MODEL

 

Relationship BehaviorParticipating

HIGHS3

Share ideas and facilitate

in decision making

 

Selling

S2

Explain decisions and

provide opportunity

for clarification

 

Delegating

S4

Turn over responsibility for

decisions and

LOWimplementation

 

Telling

S1

Provide specific

instructions and closely

supervise performance

 

        Low                  Task Behavior (guidance)            High

 

 

 

 

KESIAPAN BAWAHAN

Unable and

unwilling or

insecure

 

Unable but

willing or

confident

 

Able and

willing or

confident

Able but

unwilling or

insecure

 

 

 

 

Charismatic Leadership

          Ditimbulkan oleh perilaku pemimpin (sebagai simbol), pemaparan tentang visi, komunikasi non   verbal, daya tarik value ideologi, kesan intelektual, gambaran tentang kesungguhan diri maupun   pada pengikutnya, ajakan pemimpin atas kesetiaan pengikutnya dan performansi yang luar biasa.

          Mampu memberikan motivasi dalam menggapai tujuan organisasi.

          Ia datang (biasanya) pada saat-saat yang tidak tidak jelas, terutama pada saat kritis melanda, di mana sangat diperlukan peran emosi, usaha yang luar biasa dan pengorbanan bersama.

          Pemimpin akan lebih baik manakala terdapat kombinasi antara Charismatic dan Transactional   (focus pada kualitas interaksi interpersonal dengan bawahan, menggunakan reward yang tepat dan tindakan korektif).

Hubungan Atasan-Bawahan

[  Pemimpin mengembangkan hubungan yang unik dengan setiap bawahan.

[  Terdapat hubungan “in-group” (hub. ini lebih erat) dan “out-group” (kualitasnya lebih rendah).

[  Hubungan in-group disifati oleh pengaruh timbal-balik, saling percaya, respek & suka serta    nasib sepenanggungan.

 

Situsi pada kepemimpinan

Berbagai situasi dapat saja memberikan pengaruh, meningkatkan ataupun menetralisir, kepemimpinan.

 

[   Situasi pada bawahan :

u Kemampuan, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan,  berpengaruh pada Orientasi Tugas.

u Independensi, berpengaruh pada Orientasi Hubungan  & Orientasi Tugas

u Profesionalisme, berpengaruh pada Hubungan & Tugas

u Tidak bergantung pada rewards organisasional, berpengaruh pada Hubungan & Tugas.

[  Situasi pada Pekerjaan / tugas :

u Tidak menentu dan rutin, berpengaruh pada Tugas

u Hirarkhi yang ketat, berpengaruh pada Tugas

u Memberikan feed back tentang perhatian pada penyelesaian pekerjaan, berpengaruh pada Tugas

u Kepuasan yang nyata, berpengaruh pada Hubungan

[  Situasi pada Organisasi :

u Formalisasi tentang rencana, tujuan dan lingkup tanggung jawab, berpengaruh pada Tugas

u Tidak fleksibel (rigid, kaku dan prosedural), berpengaruh pada Tugas

u Spesifik dan aktif memberikan penjelasan, berpengaruh  pada Tugas

u Kelompok yang padu / kompak, berpengaruh pada Hubungan & Tugas

u Penghargaan organisasional yang tanpa kontrol pimpinan, berpengaruh pada Hubungan & Tugas

u Kerenggangan / kurang harmonis antara atasan bawahan, berpengaruh pada Hubungan & Tugas.

 

ADDITIONAL

          Aktifitas yang dilakukan oleh seorang pemimpinyang baik, fokus pada peningkatan service terhadap  sesama yang meliputi :  Listening, Empathy, Healing (menyembuhkan),  Awareness, Persuation (bujukan), Conceptualization, Foresight (prediksi), Commitment to the growth of  people, Building community, disebut “Servant Leadership” (Kepemimpinan yang berorientasi pelayanan).Seseorang yang memimpin orang lain untuk memimpin diri sendiri (aktifitas sebagai guru & coucher), disebut  Superleadership”.

 

P O W E R

          Definisi : Kapasitas (kemampuan) untuk menjadikan suatu pekerjaan dilaksanakan oleh orang lain, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk membantu orang lain.

          Sumber : Reward/hadiah, coercive/tekanan/punishment, legitimasi (kekuasaan), expert (penguasaan masalah)  dan referensi

          Hasil :  Expert dan referensi biasanya berhasil positif, sedangkan coercive cenderung menghasilkan akibat  negatif.

INFLUENCE

          Definisi :  Pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan power. Cara penerapan power disebut Influence tactics  (tak-tik) untuk mempengaruhi seseorang/pegawai.

          Hasil : Hasil dari Influence mungkin berupa commitment,  yaitu antusias/menganggap penting, menyetujui dan kemauan untuk melaksanakan, compliance dan resistance.

 

Beberapa metode menggunakan Influence antara lain:

1.    Consultation yaitu dengan melibatkannya dalam perumusan keputusan

2.    Rational persuasion yaitu dengan membujuk dengan cara yang rasional

3.    Inspirational appeals (build enthusiasm) yaitu dengan membangkitkan semangat (emosional) utk berbuat, dgn. cerita2 menarik

4.    Ingratiating (get a good mood) yaitu dengan  ajak/bawa untuk bersenang-senang dulu

5.    Coalition (get others support) yaitu dengan  Mengajak orang lain untuk memberikan penjelasan

6.    Pressure yaitu dengan menggunakan penekanan

7.    Upward appeals yaitu dengan pinjam nama orang yang berpengaruh untuk menyuruh

8.     Exchange yaitu dengan tukar menukar manfaat, kalau anda …… akan saya ber …...

 

EMPOWERMENT

          Definisi :  Mengalihkan wewenang membuat keputusan kepada bawahan (desentralisasi power).

Empoweing sangat terkait dengan tingkat kompetensi bawahan, bagi-bagi tujuan dari pekerjaan, rentang dan kualitas hubungan atasan-bawahan, pengalaman dalam penyeliaan pada bawahan terkait. Pengalihan wewenang ini akan banyak hasil positif, manakala terrencana dengan baik.Tingkatan tertinggi dari Empowerment adalah  Delegation (Delegasi)

 

 

 

 

Sedikitnya terdapat 4 teori kepemimpinan yang berkembang selama ini: Pertama,  teori tentang sifat kepemimpinan. Teori sifat menjelskan bahwa kepemimpinan seseorang sangat erat kaitannya dengan factor sifat bawaan pribadi pemimpin sejak lahir teori ini juga disebut dengan "the great men theory" yang merupakan hasil study dari otografi para pemimpin dunia, seperti Gandhi, Rosevelt dan lain-lain oleh Thomas Carlyle. (Hanson, 1991; Stooner, Freemen dan Gilbert, 1995).  Aspek sifat (bakat psikologis) yang merupakan bawaan sejak lahir meliputi: kemampuan, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi.

Mc. Gregor (1960) pada bukunya "The Human Side of Enterprise", menegasikan tentang aspek pembawaan individu merupakan factor penentu keefektifan kepemimpinan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam kepemimpinan paling tidak terdapat 4 variabel, yaitu:

  1. karakteristik kepribadian pemimpin
  2. sikap, kebutuhan dan kepribadian para pengikutnya
  3. karakteristik organisasinya, antara lain: tujuan, struktur, sifat tugas yang harus dilaksanakan

4.    keadaan social, ekonomis, dan politis.

Itulah sebabnya ia menekankan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan situasional dalam organisasi.

            Kedua, teori Contingency tentang kepemimpinan. Berbeda dengan teori sifat, teori ini menyatakan bahwa situasi menentukan gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Teori ini memfokuskan diri pada factor-faktor, tuntutan tugas, harapan dan tingkah laku rekan setingkat, karakter, harapan dan tingkah llaku anggota, dan budaya organisasi serta kebijakannya. Salah satu teori ini adalah teori model Hersey, teori situasional yaitu: bagaimana gaya kepemimpinan sebagai respon terhadap keinginan sukses dalam satu pekerjaan, pengalaman, kemauan, kemampuan bawahan yang juga harus mengalami perubahan (Qwens, 1991; Hanson, 1991; Stooner, Freemen dan Gilnbert, 1995). Paul Hersey dan Kenneth Balanchard, menjelaskan teori kepemimpinan situasional meliputi:

  1. tingkat kematangan partisipasi organisasi dapat bertambah setiap waktu
  2. tingkat kematangan meningkat, maka gaya kepemimpinan yang efektif akan dicirikan dengan reduksi perilaku yang berorientasi tugas dan peningkatan perilaku berorientasi hubungan.

Titik tekan dari gaya kepemimpinan ini terletak pada factor situasi hubungan tugas dan tanggung jawab dengan pencapaian tujuan organisasi. Sehingga seorang pemimpin diarahkan dengan tujuan organisasi dalam menentukan gaya kepemimpinannya.

            Ketiga, teori transformatif atau karismatik. Teori ini lahir akibat diperlukannya transformasi secara cepat dalam suatu organisasi yang didukung karisma besar seorang tokoh karismatis. Bernard M. Bass membandingkan tipe pemimpin transformasional dengan transaksional. Pemimpin tranformasional membangun motivasi bawahan untuk melakukan apa yang dibutuhkan oleh tim organisasi untuk mencapai tujuan aktualisasi diri anggota, sedang pemimpin transaksional menetapkan apa yang harus dilakukan oleh bawahan untuk mencapai tujuan sendiri dan organisasi (Agent Bergaining). Teori transformasional lebih menekankan partisipasi aktif dati anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi. Anggota merupakan bagian penting dalam roda organisasi. Sedangkan pemimpin diharapkan pemimpin diharapkan berperan dalam memberikan inspirasi dan membangun komunikasi secara efektif untuk menggerakkan kinerja anggota organisasi. Pimpinan menjadi visi organisasi sebagai perekat nilai untuk membina sinergisitas anggota organisasi, dimana seorang pemimpin berupaya menguatakan aspek motivasi anggota organisasi dengan menyatakan bahwa tujuan organisasi merupakan upaya untuk aktualisasi diri yang paling tinggi dalam tim kerja atau kelompok.

            Luthans (1995: 358) mengkalisifikasikan seorang pemimpin yang sudah menerapkan transformasional, yaitu:

  1. mengidentifikasi diri sebagai agen perubahan
  2. memiliki sifat pemberani
  3. mempercayai orang lain
  4. bertindak atas dasar system nilai (bukan atas dasar kepentingan individu)
  5. memiliki visi ke depan

Keempat, kepemimpinan kecerdasan emosional. Dalam pendekatan ini, bahwa kepemimpinan merupakan upaya untuk meyakinkan orang lain untuk bekerja keras menuju sasaran bersama. (Goleman, 2001). Kepemimpinan dengan pendekatan ini merupakan kepemimpinan yang berdasarkan pada upaya memaksimalkan kemampuan interpersonal dan personal seorang pemimpin. Kemampuan interpersonal merupakan kemampuan untuk membangun hubungan social yang efektif dalam organisasi, berupa mengelola kritik yang membangun, mengelola keragaman, dan mengelola kecerdasan kelompok. Sedangkan kemampuan personal pemimpin adalah kemampuan individual pemimpin dalam mengelola kepribadiannyauntuk organisasi, berupa kejujuran, integritas dan kepercayaan. (Byrne dalam Bussiness week, 2002).

Benus (1984) mengungkapkan, bahwa kepemimpinan yang efektif mempunyai beberapa kompetensi, yaitu:

  1. Menejemen makna, pemimpin mampu memahami tujuan lembaga dan dapat mengelola symbol-simbol organisasi untuk mencapai tujuan
  2. perhatian, kemampuan pemimpin untuk mengajak para staf mengarahkan perhatian, tenaga serta bakatnya untuk mencapaiu tujuan organisasi
  3. menejemen kepercayaan, pemimpin berupaya menumbuhkan kepercayaan orang lain, para stafnya dan menerapkan gaya kepemimpinan kondisional.
  4. menejemen diri sendiri, memahami dan mengenal dirinya.

Teori ini merupakan pendekatan baru dalam ilmu menejemen. Daniel Goleman (1995) seorang ahli psikologi dari Harfard University meluncurkan hasil dari sejumlah penelitian membuktikan pengaruh kecerdasan emosi seseorang pemimpin untuk mencapai puncak karier. Ia menjelaskan ruang lingkup kecerdasan emosi, yaitu: kecakapan pribadi, meliputi: kecerdasan diri, pengaturan diri, dan motivasi, dan kecakapan social, meliputi: empati, kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain dan ketrampilan social, yaitu kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain.

            Selain empat teori kepemimpinan diatas, yang secara tidak langsung telah menggambarkan model dan cara menjalankan kepemimpinan, terdapat pula yang menggolonkan kepemimpinan sebagai berikut:

A.    Kepemimpinan demokratis, yaitu cara menjalankan kepemimpinan yang mendasarkan pada persetujuan dan pertimbangan kelompok, jadi tidak semata-mata pemimpinnya dipilih secara demokratis.

B.    Kepemimpinan otoriter dan bebas, kepemimpinan mutlak seorang pemimpin dalam mengarahkan kelompoknya kepada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemimpin. Segala keputusan berada di satu tangan, yang mengangap dirinya dan dianggap oleh orang lain lebih mengetahui daripada yang lain dalam sebuah kelompok/organisasi. Kebalikan dari kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan bebas (Leissez Faire Leadership) adalah kepemimpinan dimana pemimpin menyerahkan tujuan dan usaha-usaha yang akan dicapai sepenuhnya kepada anggotanya. Pemimpin dalam menjalankan perannya hanya pasif saja, dan hanya menyediakan materi untuk kerja organisasi saja, sedang inisiatif diserahkan kepada anggotanya.

C.   Kepemimpinan kharismatik leadership,  kepemimpinan yang didasarkan pada kepercayaan. Charisma berarti "Penumpahan Ampuh". Kepatuhan dan kesetiaan pada pengikut timbul dari kepercayaan yang penuh kepada pemimpin yang dicintai, dihormati dan dikagumi, bukan karena berdasarkan alasan-alasan dan tindakan-tindakan sang pemimpin. Seorang pemimpin kharismatik adalah pemimpin yang dianggap memiliki kekuatan ghaibatau sakti yang tidak dapat diterangkan secara rasional. Dapat juga dikatakan memiliki kekuatan luar biasa diluar kemampuan orang-orang biasa.

ý  Fungsi Kepemimpinan

Adalah suatu hal yang pasti seorang pemimpin bekerja dalam sebuah tim, dimana tim memiliki tujuan bersama. Untuk menyelesaikan tugas dan mempertahankan kebersamaan kelompok secara bersama, fungsi-fungsi tertentu harus dijalankan. Beberapa fungsi pokok tersebut adalah:

1.    menentukan tujuan. Menentukan batasan atau mengidentifikasi maksud, tujuan dan sasaran organisasi atau kelompok.

2.    merencanakan. Memastikan bahwa ada rencana yang disetujui semua pihak, bila mungkin untuk mencapai sasaran. Pemimpin tahu apa yang akan dicapainya, bagaimana memulainya dan bagaimana berhentinya.

3.    memberi briffing. Menjelaskan tujuan dan rencana dengan gambling. Pemimpin harus mampu menjawab pertanyaan yang kerap diucapkan yaitu: mengapa kita melaksanakan dengan cara itu.

4.    mengontrol. Mengontrol, mengawasi dan memantau semua hal yang mengacu pada pekerjaan yang sedang berlangsung.

5.    mengevaluasi. Evaluasi ini digunakan sebagai bahan yang bermanfaat dalam memberikan feedback bagi kelompok dengan harapan memperbaiki kekurangan dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

Selain 5 fungsi tersebut terdapat beberapa tokoh yang memberikan fungsi seorang pemimpin selain di atas, yaitu: fungsi penentu arah, fungsi sebagai juru bicara, fungsi sebagai integrator, fungsi sebagai komunikator, dan fungsi sebagai mediator.

Fungsi kepemimpinan tersebut harus didukung dengan terciptanya tim yang solid dengan kinerja yang tinggi. Tim yang memiliki kinerja yang tinggi, memiliki ciri-ciri sebagai berikuit:

  1. sasaran yang realistis
  2. rasa tanggung jawab bersama terhadap tujuan
  3. penggunaan sumberdaya sebaik mungkin
  4. suasana keterbukaan
  5. mengkaji kembali kemajuan yang telah dicapai
  6. membangun pengalaman
  7. bertahan dalam krisis,

sehingga apabila pemimpin dengan tim yang solid dan kinerja tinggi disertai konsep dalam menghadapi problem kepemimpinan, maka bukan mustahil akan tercipta kepemimpinan yang efektif.

 

ý  Efektifitas Kepemimpinan

Sebagai seorang pemimpin yang menjadi sentra dalam penilaian terhadap sebuah organisasi yang notabenenya adalah kader terbaik dan dipilih diantara anggota lainnya. Dalam menghadapi berbagai problematika dan memberikan visi ke depan bagi organisasi, maka terdapat konsep kepemimpinan efektif yang harus dipenuhinya, antara lain:

1.    keterarahan. Seorang pemimpin selalu akan menemukan jalan untuk maju. Pemimpin akan mengidentifikasi sasaran baru, produk atau bentuk pelayanan baru dan obyek baru.

2.    inspirasi/motivasi. Kepemimpinan berkait erat dengan inspirasi.

3.    pendekatan seorang pemimpin dan sikap yang diperlihatkannya mengobarkan motivasi yang ada dalam diri organisasi, tim dan individu.

4.    membangun tim. Seorang pemimpin dengan sendirinya akan berpikir dalam kerangka tim.

5.    teladan. Kepemimpinan pada dirinya sendiri adalah teladan. Seorang pemimpin harus memiliki sumbangsih langsung kepada tugas umum, sehingga membuatnya "memimpin dari depan".

6.    penerimaan. Anda bisa menjadi bos, namun belum menjadi pemimpin sampai penunjukan itu diterima hati dan pikiran orang yang bekerja bersama anda.

Thomas Gordon menambahkan dalam mencapai efektifitas sebuah kepemimpinan, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan seorang pemimpin antara lain:

1.     mendengarkan sampai memahami, bersedia membahas, terbuka terhadap gagasan orang lain, menyediakan waktu untuk mendengarkan

2.     mau mendukung dan membantu

3.     menggunakan pendekatan kelompok

4.     menghindari pendekatan supervise terlalu dekat dan tidak terlalu mendikte

5.     mendelegasikan wewenang.

Pemimpin efektif adalah target utama dalam membentuk jiwa kepemimpinan umat.

 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda